Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Dampak dan Pengaruh Kolonialisme Belanda terhadap Kehidupan Bangsa Indonesia hingga Masa Kini

SAMSULNGARIFIN.COM - Pada postingan kali ini kita akan membahas tentang dampak dan pengaruh kolonialisme Belanda terhadap kehidupan bangsa Indonesia. Penjajahan Belanda atas Indonesia selama beberapa abad telah membawa dampak yang sangat berpengaruh bagi kehidupan bangsa Indonesia, bahkan masih bertahan sampai masa kini, baik dalam bidang politik, sosial, budaya, ekonomi maupun pendidikan. Dampak tersebut tentunya berupa dampak positif maupun dampak negatif. Berbagai dampak tersebut, jika disederhanakan akan mencerminkan satu kata, yaitu: modernisasi. Berikut uraian dari dampak penjajahan Belanda dalam berbagai bidang tersebut. 

A. Pengaruh Kolonialisme Belanda di Bidang Politik 

Pengaruh Belanda dalam bidang politik tampak pada sistem birokrasi Hindia Belanda (nama yang digunakan oleh pemerintah Belanda pada saat itu untuk menyebut wilayah Indonesia saat ini). Sistem pemerintahan kolonial di bawah pimpinan gubernur jenderal dirancang seperti lembaga eksekutif pada masa sekarang. Gubernur jenderal dibantu oleh enam departemen, yaitu kehakiman, keuangan, dalam negeri, kebudayaan dan kepercayaan, ekonomi, militer, serta kesejahteraan umum. Pada masa sekarang ini, departemen-departemen tersebut mirip dengan kabinet dalam sistem pemerintahan presidensial. 

Jabatan-jabatan diatas tingkat kabupaten dipegang oleh orang Belanda. Jabatan tertinggi yang bisa dipegang pribumi adalah bupati, yang diwariskan secara turun-temurun, dan dibantu oleh patih. Di bawah bupati terdapat wedana. Di bawah wedana terdapat camat yang membawahi kepala desa. 

Kepala desa tidak masuk struktur pemerintahan sehingga mereka bukan pegawai negeri Hindia-Belanda. Kepala desa tidak diangkat dan digaji oleh pemerintah melainkan dipilih langsung oleh rakyat. Gaji mereka diperoleh dari tanah desa yang menjadi hak mereka selama menjabat sebagai kepala desa. Sistem desentralisasi seperti ini masih digunakan di Indonesia sampai saat ini. 

Belanda juga memperkenalkan sistem hukum Belanda yang berlaku untuk orang Belanda dan bangsa Eropa lainnya. Sementara orang Hindia-Belanda tetap menggunakan hukum adat. Setelah Indonesia merdeka, bahkan sampai sekarang sistem hukum Belanda dijadikan salah satu pilar sistem hukum Indonesia. Pasal-pasal dalam KUHPidana dan KUHPerdata merupakan warisan hukum Belanda. 

Penjajahan Belanda juga membawa pengaruh bagi kota Jakarta yang masih ada hingga sekarang. Pemerintah Hindia Belanda menjadikan kota Batavia (nama Jakarta pada masa kolonial) sebagai pusat pemerintahannya. Hal ini masih bertahan sampai sekarang dimana Jakarta menjadi Ibukota Indonesia dan pusat pemerintahan. 

B. Pengaruh Kolonialisme Belanda di Bidang Sosial 

Penjajahan Belanda di Hindia Belanda membawa dampak pada kehidupan masyarakat yang masih bisa dirasakan hingga kini. Dampak tersebut diantaranya adalah pembagian status sosial berdasarkan peraturan hukum ketatanegaraan Hindia Belanda. Menurut peraturan tersebut, penduduk Hindia Belanda digolongkan menjadi: 
  1. Golongan Eropa dan keturunannya menempati kasta tertinggi 
  2. Golongan Timur Asing (Cina, Arab, India, Pakistan, dan lain-lain) berada pada lapisan menengah 
  3. Golongan pribumi yaitu bangsa Hindia Belanda asli yang berada pada lapisan paling bawah. 
Pembagian status sosial tersebut membawa dampak pada mental orang-orang Hindia Belanda pada saat itu, yaitu mentalitas inlander. Inlander adalah kata dalam bahasa Belanda untuk menyebut orang-orang pribumi. Mereka tidak mempunyai hak yang sama dengan golongan Eropa. Dari sebutan tersebutlah muncul istilah mentalitas inlander, atau mental khas orang pribumi (Hindia Belanda) yang bahkan masih bisa terasa sampai masa kini. 

Mentalitas yang dimaksud yaitu merasa bangsa sendiri lebih rendah dari bangsa Barat yang dianggap lebih hebat, lebih maju, lebih beradab dan sebagainya. Bangsa Indonesia lupa untuk mengenal dan menggali potensi-potensi bangsanya sendiri dan lebih merasa bangga jika meniru bangsa lain yang dianggapnya lebih maju. 

Dianggap mentalitas khas pribumi karena mental tersebut sudah mendarah daging dan sudah berlangsung lama sekali. Mental tersebut sebenarnya sudah ada sejak zaman kerajaan dimana raja dianggap titisan dewa dan rakyat adalah hamba yang harus mematuhinya. Bangsa Belanda yang datang kemudian memanfaatkan mental tersebut dan memeliharanya. Dengan begitu, bangsa Hindia Belanda pada saat itu tidak akan memiliki kepercayaan diri untuk membangun bangsanya secara mandiri. 

Contoh sederhananya, sebagian masyarakat kita masih merasa takjub saat melihat turis mancanegara sedang berlibur ke Indonesia. Mereka bahkan sampai meminta foto dan merasa bangga setelahnya. Mereka menganggap turis tersebut adalah orang yang lebih keren dari dirinya sendiri. Contoh lain, sebagian masyarakat Indonesia merasa bangga jika memakai produk-produk dari luar daripada memakai produk bangsa sendiri padahal kualitasnya sama. 

Dampak lain penjajahan Belanda dalam bidang sosial tampak pada gaya hidup masyarakat Hindia Belanda yang masih terasa sampai sekarang. Muncul istilah “gaya hidup yang kebarat-baratan”. Gaya hidup tersebut mempengaruhi sebagian masyarakat Hindia Belanda pada saat itu, terutama kalangan bangsawan dan birokrat kolonial, sementara rakyat biasa masih menjalani gaya hidup tradisional. 

Gaya hidup tersebut tampak pada kebiasaan minum minuman keras, pesta, memakai pakaian seperti rok, jas, dasi, dan topi. Bukan hanya bentuk pakaiannya saja, akan tetapi juga warnanya. Bangsa Belanda datang ke Hindia Belanda dengan memakai pakaian yang didominasi warna putih dan cokelat. Kemudian banyak masyarakat yang memakai warna tersebut juga. Contoh sederhananya adalah Presiden Soekarno yang sering memakai baju safari berwarna putih. 

Perkembangan industri di Hindia Belanda akibat diterapkannya Politik Pintu Terbuka juga membawa dampak dalam kehidupan sosial masyarakat. Muncul mata pencaharian baru yang lebih beragam dalam masyarakat. Yang tadinya petani dan pedagang, kemudian muncul buruh-buruh pabrik. 

Penjajahan Belanda juga membawa dampak pada kehidupan beragama masyarakat Hindia Belanda pada saat itu. Pada saat itu, masyarakat Hindia Belanda menganut agama Islam, Hindu-Buddha dan masih terdapat masyarakat yang menganut agama nenek moyang. Kedatangan Belanda juga menyebarkan agama Kristen Protestan yang diinstruksikan oleh parlemen Belanda kepada Gubernur Jenderal VOC. Agama tersebut disebarluaskan melalui sekolah-sekolah dengan bahasa Belanda sebagai bahasa pengantar. Setelah itu, banyak masyarakat Hindia Belanda yang menganut agama tersebut seperti di Sulawesi, Papua, Maluku, dan lain-lain. Hingga kini, penganut agama Kristen sudah tersebar di hampir seluruh wilayah Indonesia. 

C. Pengaruh Kolonialisme Belanda di Bidang Budaya 

Pengaruh Belanda dalam bidang budaya tampak pada bahasa Indonesia yang dipengaruhi bahasa Belanda. Banyak kata-kata dalam bahasa Belanda yang di-Indonesiakan. Contohnya knalpot, vermaak, absurd, afdruk, fabel, garasi, giro, gratis, spoor (menjadi sepur/kereta), tank, sigaret, tol, urine, wastafel, drama, handel, dan lain-lain. 

Pengaruh lain tampak pada bidang arsitektur di Hindia Belanda pada saat itu. Banyak rumah-rumah yang dibangun dengan konsep rumah-rumah modern khas Eropa. Di Yogyakarta misalnya, terdapat rumah-rumah khas Belanda yang berada di Kotabaru. 

D. Pengaruh Kolonialisme Belanda di Bidang Ekonomi 

Pembangunan yang dilakukan oleh Belanda di Hindia Belanda untuk mendorong kegiatan perekonomian adalah dibangunnya sarana transportasi berupa jalan raya dan penggunaan kereta api. Pembangunan jalan ini telah menggantikan sarana transportasi tradisional menggunakan tenaga manusia maupun hewan. Perkembangan transportasi memungkinkan terbentuknya jaringan yang luas antar wilayah dan mempercepat pengangkutan hasil-hasil perkebunan ke pabrik serta distribusi hasil produksi ke pelabuhan-pelabuhan. 

Pengaruh ekonomi yang terasa sampai sekarang terutama sejak diberlakukannya sistem Tanam Paksa dan kebijakan Pintu Terbuka (sistem ekonomi liberal). Pengaruh Tanam Paksa tampak dalam dua hal, yaitu petani pribumi mulai mengenal jenis-jenis tanaman-tanaman komoditi lain seperti kopi dan teh, petani mulai mengenal sistem upah yang sebelumnya tidak dikenal karena masyarakat lebih menggunakan sistem gotong-royong. 

Sementara sistem ekonomi liberal membuat rakyat Hindia-Belanda mengenal hal-hal seperti:
  1. Sistem sewa tanah. Sistem ini didasarkan pada Undang-Undang Agraria tahun 1870. Peraturan ini mengijinkan perorangan dan badan swasta mengelola tanah milik pemerintah. Aturan sewa tanah kepada pihak asing dengan status hak guna usaha selama jangka waktu tertentu masih tetap berlaku hingga sekarang. 
  2. Ekonomi uang. Salah satu dampaknya adalah dikenalnya sistem utang piutang. Sedangkan dalam pengerjaan lahan pertanian, penduduk mulai mengenal pinjaman modal. Namun mereka harus mengembalikan uang dengan sistem bunga yang memperparah perekonomian. Penggunaan uang juga tampak pada pembayaran pajak. Rakyat tidak lagi dikenakan pajak tenaga. 
  3. Sistem kerja kontrak. Pada tahun 1888, pemerintah membuat peraturan yang disebut Koeli Ordonantie. Peraturan tersebut dibuat untuk mengatur masalah perburuhan. Peraturan ini dianggap perlu karena pembukaan dan perluasan perkebunan dan pertambangan berdampak pada meningkatnya kebutuhan tenaga kerja. Sistem dan praktik kerja kontrak masih berlaku sampai sekarang ini. Kerja kontrak bisa menjadi langkah awal sebelum mendapat status permanen di tempat kerja. Praktek kerja kontrak juga dikenal di lembaga pemerintahan atau institusi-institusi dan sekolah-sekolah pemerintahan yang disebut tenaga honorer. 
Sistem ekonomi liberal yang memberikan keleluasaan kepada para investor untuk menanamkan sahamnya di Hindia Belanda dengan membuka industri-industri baru pada saat itu seperti industri pertambangan, manufaktur dan lain-lain. Dengan semakin banyaknya industri yang berkembang, muncul pula buruh-buruh modern yang bekerja pada sektor industri. Selain memunculkan lapangan pekerjaan, sistem ekonomi ini juga melahirkan produk-produk yang memudahkan kehidupan masyarakat seperti sepeda, mesin jahit, mesin ketik, dan lain-lain. Perkembangan industri tersebut kemudian meningkatkan tingkat konsumsi masyarakat sehingga meningkatkan arus impor barang. Tingginya arus impor menimbulkan organisasi-organisasi modern seperti distributor dan memunculkan mata pencaharian baru seperti pedagang perantara maupun pengecer. 

E. Pengaruh Kolonialisme Belanda di Bidang Pendidikan 

Dalam bidang pendidikan, pengaruh Belanda terlihat pada sistem pendidikan Barat dengan kurikulum yang jelas. Pendidikan di Hindia Belanda pada saat itu diselenggarakan oleh kelompok keagamaan yang lebih menitikberatkan pada pendidikan agama melalui pesantren. Sistem pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah kolonial Belanda bersifat terpisah-pisah, khusus untuk orang Belanda, khusus untuk orang Tionghoa dan khusus untuk orang pribumi. 

Perhatian pada pendidikan semakin intens ketika diterapkan Politik Etis pada 1911. Sebelum Politik Etis, tujuan pendidikan oleh Belanda bagi bangsa Hindia-Belanda sekedar untuk menyediakan tenaga ahli yang murah untuk mengerjakan administrasi kolonial. 

Sekolah-sekolah yang didirikan pasca Politik Etis diantaranya, Hollandsch-Inlandsche School (HIS) setingkat sekolah dasar, Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO) setingkat sekolah menengah pertama, Algemeene Middelbare School, setingkat sekolah menengah atas, sekolah-sekolah kejuruan, seperti sekolah calon pegawai sipil pribumi Opleidengschool voor Inlandsche Ambtenaren (OSVIA), sekolah kejuruan medis selevel universitas tingkat awal School Tot Opleiding van Inlandsche Artsen (STOVIA), dan Nederlandsche Indische Artssenschool (NIAS), dan lembaga pendidikan level universitas seperti Technische Hoogeschool (THS). Selain itu juga terjadi perluasan pengajaran bahasa-bahasa Eropa dan pengiriman secara selektif anak-anak keluarga bangsawan untuk bersekolah ke Belanda. 

Dari sistem pendidikan seperti itu, muncullah kaum-kaum terpelajar baru di luar priyayi lama dan masyarakat Eropa di Hindia Belanda. Penguasaan mereka atas bahasa Eropa dan dibarengi kehadiran bahan pustaka dan industri penerbitan memberi mereka kesempatan dan kemampuan untuk mengakses gudang pengetahuan dan informasi termaju pada zamannya yang mendorong gerakan ke arah kemajuan. Kemajuan tersebut tampak pada kemajuan pendidikan, modernisasi, kehormatan dan keberhasilan dalam kehidupan. Kemajuan tersebut disuarakan media cetak dan organisasi sosial yang dirintis oleh lulusan sekolah guru pribumi (Kwekschool). Pengaruh penjajahan Barat dalam bidang pendidikan yang pengaruhnya bisa terasa sampai kini adalah kehadiran lembaga pendidikan dan penelitian modern, perkembangan tulisan latin, percetakan dan pers, serta gaya hidup. 

Pers mengalami perkembangan seiring dengan dibangunnya infrastruktur jalan dan alat transportasi. Dengan adanya jalan dan transportasi yang memadai maka distribusi surat kabar menjadi lebih mudah sehingga dunia pers semakin berkembang. Hal ini juga tidak terlepas dari penemuan alat percetakan yang dikenalkan Belanda ke Hindia Belanda. Di kalangan pribumi, pers diprakarsai oleh golongan elit terpelajar. Dalam perkembangannya pers selalu beriringan dengan gerak kebangkitan bangsa. 

Berbagai pengaruh yang dibawa oleh Belanda akibat penjajahannya terhadap Hindia Belanda tetap tidak bisa membenarkan perbuatan tersebut. Bagaimanapun juga, sebuah penjajahan oleh satu bangsa terhadap bangsa lain telah membawa penderitaan dan kesengsaraan bagi bangsa yang terjajah karena sejatinya setiap bangsa mempunyai hak untuk hidup secara bebas dari penderitaan akibat penjajahan. Banyak penderitaan yang dialami bangsa Indonesia pada saat penjajahan Belanda seperti kerja paksa yang menyengsarakan rakyat.

Demikian pembahasan tentang Dampak dan Pengaruh Kolonialisme Belanda terhadap Kehidupan Bangsa Indonesia hingga Masa Kini. Terima kasih telah berkunjung dan jangan lupa membaca artikel lainnya di samsulngarifin.com.

Posting Komentar untuk "Dampak dan Pengaruh Kolonialisme Belanda terhadap Kehidupan Bangsa Indonesia hingga Masa Kini"