Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Dampak dan Pengaruh Penjajahan Portugis di Indonesia hingga Masa Sekarang

DAMPAK PENJAJAHAN PORTUGIS DI INDONESIA

Dampak Penjajahan Portugis di Indonesia - Pada postingan kali ini kita akan membahas tentang "Dampak dan Pengaruh Penjajahan Portugis di Indonesia hingga Masa Sekarang".

Portugis sendiri merupakan bangsa Eropa pertama yang mendarat di Indonesia sekitar abad ke-16.

Semua bangsa asing yang datang menjajah, dimanapun, terutama imperialismenya selalu meninggalkan jejak ataupun pengaruh. Pengaruh tersebut adalah berupa peninggalan-peninggalan, baik berwujud maupun tidak berwujud. 
dampak penjajahan Portugis di Indonesia
Bangsa Portugis dan Bangsa Spanyol di Nusantara tidak sedikit meninggalkan berbagai peninggalan yang sampai sekarang masih dapat kita temui dan dapat kita rasakan, baik berupa pengaruh kebudayaan, bangunan, maupun berbagai bahan makanan ataupun teknik pengolahannya. Tetapi, lebih banyak peninggalan dari Bangsa Portugis dari pada peninggalan Bangsa Spanyol, karena perjanjian Saragosa yang membagi daerah kekuasaan menjadi utara dan selatan yang mengakibatkan Bangsa Spanyol harus meninggalkan Maluku dan lebih memusatkan pada Filipina. Berikut adalah beberapa peninggalan Portugis yang ada di Nusantara. 

A. Dampak Penjajahan Portugis di Bidang Agama 

Menurut Lombard, umat Kristen tertua Indonesia adalah Katolik. Penyebaran agama ini dimulai jauh sebelum kedatangan Portugis, yaitu sejak abad ke-14. Pada abad itu, sejumlah rohaniwan Katolik singgah di Kepulauan Nusantara. Di antara mereka adalah Odorico de Pordonone, yang menagdakan perjalanan dari Eropa ke Cina. Pada tahun 1321, ia singgah di istana Majapahit dan Bandar Lamuri di Aceh. Seorang rohaniwan Fransiskan yang bernama Joao de Marignollu mengikuti jejaknya dan tercatat pernah diterima dengan baik di istana Samudra Pasai pada tahun 1347. 

Akan tetapi, penyebaran agama Katolik dengan pengaruh yang lebih besar pada saat kedatangan Portugis di Nusantara. Menurut Richard Z. Leirissa (1975) Penginjilan yang pertama kali dilakukan oleh padri-padri Portugis adalah pada tahun 1523. Pada waktu itu Antoni de Brito, kepala orang-orang Portugis yang kedua di Ternate, membawa pula padri-padri Franciskan kesana ketika ia berangkat ke Ternate untuk menjabat kedudukan itu. 

Kemudian pada tahun 1534 Tristao de Atayade, yang menjadi Kepala orang-orang Portugis sejak tahun itu, membawa pula sejumlah padri. Mereka berhasil menjadikan seorang raja di Mindanao menjadi Kristen. Ini sangat penting karena sampai saat itu belum ada seorang raja yang dapat di-Kristenkan di Maluku Utara. Tetapi usaha ini kandas pada tahun 1536 karena terjadi suatu pemberontakan sehingga raja tersebut meninggal. 

Perkembangan agama Katolik baru menjadi pesat sejak Antoni Galvao menjadi Kepala (1536-1540). Ia terkenal dalam sejarah Maluku oleh karena ia dapat mendamaikan Sultan Ternate dengan pihak-pihak padri Katolik. Tetapi sebenarnya perluasan agama Katolik itu terjadi di kepulauan Ambon-Lease, bukan di Maluku Utara sendiri. Di Ternate, Golvao berhasil membangun suatu Seminari untuk putra-putri daerah itu. Dari antara merekalah muncul pemuka-pemuka agama Katolik. Ketika Franciscus Xaverius tiba di Maluku, ia pertama-tama mengunjungi kepulauan Ambon-Lease yang pada waktu itu ada tujuh tempat di pulau Ambon yang penduduknya memeluk agama Katolik berkat usaha padri-padri sebelumnya. 

Kemudian ia mengadakan perjalanan pula ke pantai selatan pulau Seram dan ke Nusalaut, serta Ternate. Kunjungan Xavier sangat berpengaruh terhadap politik kerajaan Ternate. Terjadi kemelut politik yang mengakibatkan Sultan Hairun harus mengakui kedudukannya sebagai vasal Portugis. Sultan Hairun kemudian mengutus Kaicili Letiato dengan suatu armada kora-kora untuk menggempur desa-desa Kristen di Maluku Tengah. Sejak tahun 1555 memang agama Katolik sangat maju di berbagai tempat di sini. Ini karena Xavier berhasil mengerahkan sejumlah padri ke daerah itu. Dan sejak saat itu agama Katolik berkembang pesat di Ambon dan kepulauan lainnya. Dan sampai sekarang pun agama Katolik menjadi salah satu agama yang diakui di Indonesia. 

B. Dampak Penjajahan Portugis di Bidang Arsitektur

1. Benteng 
Ada dua ciri dari benteng-benteng peninggalan Portugis. Pertama, di dalam benteng terdapat perumahan, kantor, gereja, rumah sakit, dan lain-lain. Sedangkan yang kedua; diluar benteng terdapat perumahan, sementara dalam bentengnya sendiri kosong. Jadi benteng yang dikelilingi tempat tinggal. Sebagai tempat pertahanan, benteng selalu berada di ketinggian dan selalu berada di dekat pantai/laut. Ini untuk mempermudah penjajah (pemilik benteng) bisa melihat musuh yang datang dari jauh. 

Ciri khas lain benteng adalah selalu dikelilingi parit untuk menghalau musuh masuk. Benteng-benteng buatan Portugis ada yang besar dan ada yang kecil tergantung pada kebutuhan daerah jajahannya. Benteng yang dibangun di tepi pantai tidak perlu parit karena langsung dikelilingi oleh air, hanya dihubungkan dengan sebuah jembatan yang bisa dipasang dan diangkat. 

Kondisi benteng-benteng peninggalan Portugis di Maluku Utara, di Ternate khususnya, kondisinya sangat memprihatinkan karena tidak diperhatikan oleh pemerintah daerah setempat dan oleh masyarakatnya sendiri. Banyak sekali benteng peninggalan Portugis di Maluku Utara, yang masih utuh maupun yang hanya tinggal nama. Diantaranya: 
  • Moti : Fort Nassau 
  • Makian : Fort Mauritus, Tafocoa, Toboloke, Mofaquiem, Maurice, Redomte, Poewatti, Tabilolo, den Provincien, dan Fort Waterland 
  • Tidore : Palacio del Rey, Forttaleza, Mariall, Roemi 
  • Ternate : Talluco, Santo Pedro, Fortaleza, Tacoma de Ternate, Emiade de Tagolome, Norsa Senhora, Kalamata. 
  • Halmahera Timur : Fort Osowyo, Fort Jerowai 
  • Jailolo : Fort Moro 
# Benteng Tolluco (Santo Lucas) 
Di dekat ibukota Ternate terdapat Kampung Sangaji dimana terdapat Benteng Tolluco. Benteng ini mulai dibangun oleh Schot tahun 1606 dan ditempati 1696 setelah Kesultanan Ternate berdiri. Benteng Tolluco terbuat dari batu yang tahan yang dilapisi dengan 2 bastiong, dan jalan dibawah benteng yang merupakan pertahanan yang kuat dan terbuat dari batu. Pintu gerbangnya terbuat dari batu yang kuat. Di atas benteng terdapat meriam yang tersembunyi dari gangguan penduduk. 

Jika melihat kondisi benteng saat ini yang secara sepintas nampak baik adalah karena benteng ini pernah dipugar pada tahun 1996. Pemugaran yang dilakukan pada beberapa bagian telah menghilangkan keaslian bangunan, salah satunya adalah telah hilangnya terowongan bawah tanah yang terhubung langsung ke laut. Begitupun dengan beberapa penambalan bagian-bagian yang terlepas dari bangunan yang menggunakan bahan baku modern secara menonjol. Tereduksinya keaslian benteng ini karena pemugaran jelas mengurangi informasi yang dapat ditunjukkan oleh data artefak secara kontekstual. Melihat wujud dan bentuknya sekarang masih bisa dikatakan bagus, karena sudah dilakukan renovasi dan masih terawat meskipun renovasi yang dilakukan tidak sebagus seperti aslinya, tetapi masih bisa dijadikan alternatif untuk kunjungan wisata. 

# Benteng Kota Janji (Santo Pedro) 
Didirikan pada tahun 1530, di sebuah bukit yang terletak antara Benteng Santo Paolo dan Santo Lucas. Tujuan didirikannya benteng ini sebagai pengintai musuh baik yang datang dari utara maupun dari selatan. Benteng ini dibangun oleh penguasa Portugis di ketinggian 50 meter dari permukaan laut di sebelah utara Kelurahan Ngade. Benteng ini pernah bertempur dua pasukan yang dibagi oleh Don Pedro de Acuna, Gubernur Jendral Spanyol di Filipina, yang pada tanggal 15 Januari 1606 mulai berlayar ke Maluku dan tiba di Teluk Talangame pada 26 Maret 1606. Pertempuran dua pasukan dari Tidore dan Ternate ini dimulai pada waktu subuh tanggal 1 April 1606. Pada saat serangan terjadi benteng ini baru saja dibangun. 

Sekarang kondisi benteng ini telah dipugar dan yang sangat disayangkan adalah bentuk aslinya sudah tidak nampak lagi karena dibangun dengan tidak melibatkan ahlinya. Yang kelihatan sekarang ini adalah hanya semacam pondasi rumah yang dikelilingi taman dan ada sebuah pintu masuk yang berbentuk gapura. 

# Benteng Kastela (Santo Paolo) 
Didirikan pada tahun 1522, oleh Gubernur Jenderal Antonio De Barito kemudian dilanjutkan oleh Garcia Hendriques pada tahun 1530 oleh Gonsalo Periera, dan terakhir diselesaikan oleh Gubernur ke-8 Jorge de Gastro pada tahun 1540. Portugis menempati benteng ini sampai tahun 1572, Spanyol tahun 1606 sampai 1663, ketika Belanda tiba. Lapisan bangunan bagian dalam masih tegak lurus, pondasi terbuat dari batu yang kuat dengan bangunan yang besar. Benteng ini menjadi tempat bersejarah bagi masyarakat Maluku Utara, karena dari benteng inilah bermula kehancuran dan terusirnya bangsa Portugis dari bumi Maluku. 

Kini secara keseluruhan kondisi benteng Kastela hanya tinggal puing-puing saja dan perlu ada tindakan pencegahan dari kerusakan alami dan faktor kesengajaan manusia. Ini mengingat adanya bukti-bukti aktifitas manusia berupa pengumpulan batu-batu dinding bangunan yang dimanfaatkan masyarakat. Kondisi dari benteng ini sangat memprihatinkan, karena sebagian besar sudah rusak total, bangunannya banyak yang ditumbuhi pohon, sebagian sudah terpotong dengan jalan raya dan sebagiannya lagi sudah dibangun rumah penduduk. Benteng ini yang sebenarnya perlu mendapat sentuhan tangan pemerintah daerah, karena sampai sekarang belum pernah direnovasi. 

# Benteng Kalamata (Santa Lucia) 
Tidak jauh dari benteng terakhir di Ternate terdapat Benteng Kalamata, di Kayu Merah dan dibangun tahun 1609. Ditempati Schapenham sampai tahun 1625, kemudian tahun 1627 ditinggalkan oleh Van Zeist, dan diduduki Spanyol pada tahun 1663. Benteng ini terdiri dari 4 sudut yang tidak berurutan, dengan bastion yang runcing, dikelilingi oleh tanggul batu untuk mencegah abrasi air laut, di bagian luar terdapat gudang mesiu awal pertengahan abad ke-18, sebuah pintu gerbang dengan pilar tanpa daun pintu, jalan naik, tangga dan pondasi bangunan di ruang dalam. Bagian bawah benteng merupakan bagian yang kuat dengan ciri khas abad ke-18, yang rupanya dibangun di atas bangunan benteng lama. Lebih lanjut diberitakan bahwa Inggris menyerang tiba-tiba pada tahun 1810, sehingga menewaskan banyak prajurit Belanda yang dikubur di bawah benteng dan banyak yang luka-luka ditemukan di kanal sekitar benteng. Benteng ini masih dalam keadaan baik. 

# Benteng Barnereld (Bernaveld) 
Di Labuha, beberapa meter dari pantai, terdapat Benteng Barneveld yang dibangun oleh Simon Hoen, Louis Schot, dan Jan Dirkjzoon tahun 1609. Bangunan pertamanya berupa empat buah bastion dan diberi nama Barneveld. Dikelilingi oleh tanggul yang kuat, empat bastion, dan satu pintu masuk, sumur, dan satu tangga batu yang tinggi semuanya masih dalam keadaan baik. Tempat palang pintu sebagian masih ada, pada pintu masuk terdapat empat batu yang sudah pecah, dimana terdapat senjata dari Prince Maurits, dan senjata yang rumit (seperti yang terdapat di Tolluco), satu senjata Den Holl (Singa Kompeni), dan satu tulisan Latin 1613, semuanya masih keliatan jelas. Benteng ini dikategorikan utuh, karena itu sangat disayangkan, walaupun di tempat yang terbuka dan terdapat dalam kota, jalan masuknya tidak pernah dibersihkan, hingga anak-anak tangganya sangat licin. Benteng ini masih menjadi objek wisata bagi wisatawan lokal maupun wisatawan mancanegara yang berkunjung kesana. Sampai saat ini belum ada penelitian secara ilmiah baik dari pemerintah setempat maupun unsur perguruan tinggi. Padahal kalau melihat kondisi fisiknya masih kokoh, tidaklah terlalu sulit untuk dipugar kembali, dan bisa menjadi aset yang menjanjikan baik bagi masyarakat Halmahera Selatan maupun Maluku Utara pada umumnya. 

# Benteng Roem/Rum 
Di sebelah timur Roem/Rum, Tidore, terdapat reruntuhan benteng Portugis, yaitu Benteng Roem. Benteng ini dibangun tahun 1605 oleh Cornelis Sebastiaanszoon. Setelah itu jatuh ke tangan Spanyol yang mundur dari Filipina tahun 1605. Benteng ini berupa jalan naik; dari bagian bawahnya yang berupa dinding karang yang curam, sehingga hampir tidak dapat dipercaya dapat mencapainya tanpa usaha yang keras. Sisa bangunan berupa bangunan setengah lingkaran, ditepi pantai yang menunjukkan suatu bangunan ceruk gudang mesiu dengan beberapa jalan masuk. Penyebutan terakhir tentang pembangunan di tempat yang tinggi dan curam ini menjadi pertanyaan tersendiri adalah bagaimana mereka membawa batu besar bahan bangunan ke tempat yang curam dan tinggi ini. Suatu penghormatan yang besar untuk arsitek masa itu. 

# Benteng Victoria 
Benteng Victoria merupakan benteng peninggalan Portugis yang dibangun di pusat kota Ambon. Batu pertama dari benteng tersebut diletakkan oleh seorang panglima armada Portugis di Maluku, Sancho de Vasconcelos, pada tanggal 23 Maret 1575. Dalam waktu tiga bulan, tembok benteng dan menara-menaranya telah dibangun lengkap dengan sejumlah rumah di dalamnya. Kemudian, benteng itu secara resmi diberi nama “Nossa Senhora da Anunciada”. Pemberian nama tersebut berkaitan dengan hari Kenaikan (Anunciada) yang bertepatan dengan peletakan batu pertama pembangunan benteng tersebut. Tetapi, menurut para saksi mata dari abad ke-17 dan ke-18, baik Rumphius, Valentijn dan Rijali, di kalangan penduduk Pulau Ambon, benteng tersebut lebih dikenal dengan sebutan “Kota Laha”, yang berarti benteng (Kota) di teluk (Laha). 

Benteng Kota Laha jatuh dari tangan Portugis ke pihak VOC pada tanggal 23 Maret 1605 dibawah pimpinan Admiral Steven van der Haghen, sehingga benteng tersebut hanya berhasil dipertahankan oleh Portugis selama 30 tahun (1575-1605). Kemudian benteng tersebut berganti nama menjadi “Victoria” (kemenangan) pada tahun 1614, sebagai peringatan atas kemenangan Belanda dari Portugis. 

# Benteng Belgica 
Ada juga benteng peninggalan Portugis yang bentuknya unik, Benteng Belgica, yaitu benteng yang dibangun oleh Portugis tapi kemudian diduduki Belanda pada abad ke 17. Benteng ini berada di atas perbukitan Tabaleku di sebelah barat daya Pulau Naira dan terletak pada ketinggian 30,01 meter dari permukaan laut. Benteng yang dibangun pada tahun 1611 di bawah pimpinan Gubernur Jenderal Pieter Both ini memiliki suatu keunikan. 

Dibangun dengan gaya bangunan persegi lima yang berada di atas bukit, namun apabila dilihat dari semua penjuru niscaya hanya akan terlihat 4 buah sisi, tetapi kalau dilihat dari udara nampak seperti bintang persegi atau mirip dengan Gedung Pentagon di Amerika Serikat. Bahkan benteng ini dijuluki The Indonesian Pentagon. Benteng ini sebenarnya merupakan salah satu benteng peninggalan Portugis yang awalnya berfungsi sebagai pusat pertahanan, namun pada masa penjajahan Belanda, Benteng Belgica beralih fungsi untuk memantau lalu lintas kapal dagang 

# Benteng Otanaha 
Benteng yang terletak di Kelurahan Dembe, Kota Gorontalo memiliki tiga bangunan yakni Benteng Otanaha, Otahiya, dan Ulupahu yang dibangun sekitar 1522 atas prakarsa Raja Ilato dan para nakhoda Portugal yang singgah di wilayah tersebut. Benteng Otanaha terletak di atas sebuah bukit, dan memiliki empat tempat persinggahan dan 348 buah anak tangga ke puncak hingga sampai ke lokasi benteng. Jumlah anak tangga tidak sama untuk setiap persinggahan, dimana dari dasar ke tempat persinggahan I terdapat 52 anak tangga, ke persinggahan II terdapat 83 anak tangga, ke persinggahan III terdapat 53 anak tangga, dan ke persinggahan IV memiliki 89 anak tangga. Sementara ke area benteng terdapat 71 anak tangga, sehingga jumlah keseluruhan anak tangga yaitu 348. 

2. Bangunan Gereja 
Selain benteng masih terdapat beberapa bangunan gereja Katolik yang merupakan peninggalan bangsa Portugis berdiri kokoh. Salah satu gereja Katolik peninggalan Portugis yang masih terawat dengan baik adalah sebuah gereja yang oleh masyarakat dinamakan Gereja Batu, karena sebagian besar bangunan gereja ini adalah Santo Willibordus. Gereja ini didirikan oleh Pastor Francis Khan pada tahun 1603. 

Lonceng gereja kini tidak ada lagi karena telah dicuri pada waktu konflik horisontal dan dijual oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Juga masih ada upacara-upacara keagamaan yang memakai cara-cara Portugis, diantaranya untuk prosesi pembaptisan dan sebagainya. Sayangnya data yang ada di gereja ini tidak lengkap bahkan ada yang sudah lenyap bersamaan dengan konflik agama yang pernah terjadi di Maluku dan Maluku dan Maluku Utara tahun 1999-2000. Selain Gereja Batu, masih terdapat pula bangunan gereja Katolik yang tersebar di beberapa daerah di Indonesia beserta dengan tata acara peribadatan yang diadopsi dari pengaruh Portugis, seperti upacara Semana Santa di Larantuka. 

C. Dampak Penjajahan Portugis di Bidang Bahasa & Sastra

Portugis membawa begitu banyak kosa kata dan istilah-istilah dan diperkenalkan kepada orang pribumi. Meskipun Portugis hanya pernah berkuasa di pelabuhan-pelabuhan besar dan sebagian kecil wilayah kerajaan di Indonesia Bagian Timur, pengaruhnya di bidang bahasa masih tersisa. 

Dalam bidang bahasa, banyak kosa kata bahasa Portugis diserap ke dalam bahasa Indonesia. Sebagai contoh, biola (viola), meja (mesa), mentega (manteiga), pesiar (passear), pigura (figura), pita (fita), sepatu (sapato), serdadu (soldado), cerutu (charuto), jendela (janela), algojo (algoz), bangku (banco), bantal (avental), bendera (bandeira), bolu (balo), boneka (boneca), armada, bola, pena, roda, ronda, sisa, tenda dan tinta. 

Ketika Fransiskus Xaverius datang ke Nusantara untuk memperkenalkan Doa Bapa Kami, Syahadat Rasuli dan Bunda Maria diterjemahkan menjadi bahasa Melayu di Malaka, datanglah ia ke Maluku. Orang-orang Maluku yang sanggup menghafal dia dan nyanyian yang telah dimelayukan itu lantas dibaptiskan menjadi Nasrani. Peristiwa itu dipandang sejarah sebagai permulaan terpakainya lingua franca bahasa Melayu selaku bahasa administratif penjajahan, sekaligus awal terjadinya akulturasi, pertemuan dua unsur budaya, yang dalam batas tertentu dapat juga dikatakan akulturisasi, tersamarnya kekuasaan untuk menekan ketika salah satu pandang budaya hendak dipertahankan sementara lain hendak dilenyapkan. 

Senjata yang dibawa Portugis adalah kanon, yang sebelumnya tidak pernah dikenal dalam kebudayaan Indonesia. Ketika Portugis menembakkan kanon, mereka memberi tanda silang salib di mukanya, sambil mengucapkan nama Bunda Maria. Orang-orang Melayu mengira bahwa senjata itu bernama meriam dan sampai sekarang nama ini tetap dipakai. 

Terjadi pula salah kaprah mengenai penyebutan nama hari, yang sebelum datang Portugis dikenal sebagai Ahad. Setiap hari ahad bangsa Portugis beribadah, karena itu hari tersebut dinamakan “hari untuk Domingo”, yang berarti “hari untuk Tuhan”. Sejak itu bahasa Indonesia memasukkan kata Minggu, dari Domingo, sebagai ganti ahad. 

Tempat ibadah bangsa Portugis disebut Igreja. Dari isni pula bahasa Indonesia memiliki kata gereja. Dapat disimpulkan bahwa kegiatan budaya-budaya Portugis berada di sekitar gereja, dan itu sebabnya visi mereka pun tidak jauh dari sana. 

Sebutan lingkungan pemukiman di luar rumah-rumah Portugis disebut Campo, artinya Padang. Dari campo inilah bahasa Indonesia memiliki kata kampong. Lalu dalam rangka mengatur orang kampong, Portugis memasang plakat di sekitarnya. Plakat atau lembar pengumuman dalam bahasa Portugis disebut Cartaz dan bahasa Indonesia mengambilnya menjadi kertas. 

D. Dampak Penjajahan Portugis di Bidang Kesenian 

1. Keroncong 
Balada-balada keroncong romantis yang dinyanyikan dengan iringan gitar berasal dari kebudayaan Portugis. Keroncong pertama kali dikenalkan oleh para pelaut asal Portugis di abad ke-16. Keroncong itu merupakan sejenis musik yang dikenal dengan sebutan fado oleh bangsa Portugis. Fado berasal dari bahasa Latin yang berarti nasib. Musik ini tadinya populer di lingkungan perkotaan Portugis. Awalnya fado merupakan sejenis nyanyian bernuansa ratapan (mornas) yang dibawa para budak negro dari Cape Verde, Afrika Barat ke Portugis sejak abad ke-15. 

Lambat laun, fado berkembang menjadi lagu perkotaan dan mengiringi tari-tarian. Tarian yang diiringi fado dipengaruhi budaya Islam yang dibawa bangsa Moor asal Afrika Utara ketika menaklukan Selat Gibraltar di bawah pimpinan Panglima Tariq ibn Ziyad pada abad ke-7 Masehi. Setelah dipengaruhi Islam, tarian tersebut dinamakan moresco. Moresco adalah tarian hiburan para elite Portugis yang biasanya dibawakan oleh penari dari bangsa Moor. 

Alat musik pengiring moresco adalah gitar kecil bernama cavaquinho. Gitar ini dibawa para pelaut Portugis dalam era penjelajahan samudra. Ketika masuk Indonesia, alat musik tersebut digunakan untuk menyanyikan lagu pengiring tarian moresco. Karena suara yang dikeluarkan berbunyi crong-crong, orang Indonesia menamai musik pengiring tarian tersebut keroncong. 

Di Jakarta ada musik keroncong yang dikenal dengan Keroncong Tugu. Jacobus Quicko, adalah seorang tokoh yang semasa hidupnya berperan memimpin rombongan Keroncong Tugu. Banyak hal yang masih dipertahankan dalam tradisi Keroncong Tugu, yaitu alat musik, perbendaharaan lagu (repertoar) dan kostum pemainnya. Alat musik yang digunakan saat ini masih seperti yang digunakan tiga abad yang lalu, yaitu keroncong, biola, ukulele, banyo, gitar, rebana, kempul dan cello. 

2. Tanjidor 
Tanjidor adalah permainan musik pukul yang populer di kalangan masyarakat Betawi. Bahasa aslinya adalah tangedor, dibaca tanjedor, merupakan bahasa Portugis. Tangedor berarti seseorang yang memainkan alat musik senar. Tanger berarti memainkan alat musik. Tradisi tanjidor berawal dari kebiasaan bangsa Portugis memerintahkan para budaknya menghibur mereka dengan permainan musik. Kejemuan dan kebosanan mereka menghadapi musim tropis tersembuhkan olah para budak yang memainkan musik dari daerah asal para budak itu dengan instrumen musik Eropa. 

Mereka rata-rata menggunakan alat tiup, seperti klarinet, terompet, terompet Prancis, kornet. Ada juga tambur Turki. ”Pada awalnya dimainkan lagu-lagu Eropa karena mereka main pada waktu pesta dansa, polka, mars, lancier, dan lagu-lagu parade, tetapi lambat laun dimainkan juga lagu-lagu dan irama-irama yang khas Betawi,” tulis Paramita R Abdurahman. Ketika para budak itu dimerdekakan, mereka menjadi kelomnpok-kelompok musik amatir yang menamakan diri tanjidor. Dalam perkembangannya, tanjidor juga memainkan keroncong, salah satu musik hasil pengaruh Portugis. 

3. Tarian 
Ada beberapa jenis tarian perang di Maluku Utara, misalnya cakalele, soya-soya, dan dadansa. Dua tarian terakhir yang disebut berhubungan dengan Portugis. Soya-soya adalah berlatar belakang peristiwa historis dalam sejarah Ternate, yaitu semasa Pemerintahan Sultan Baabullah (1570-1583), yaitu tatkala Sultan Baabullah menyerbu benteng Portugis untuk mengambil jenazah ayahnya, Sultan Khairun yang dibunung kejam oleh tentara Portugis si dalam benteng tersebut. Tarian yang bertemakan patriotisme ini diciptakan para seniman Kesultanan Ternate untuk mengabadikan peristiwa bersejarah tersebut. 

Tarian ini aslinya dibawakan oleh 18 orang pria yang melambangkan ke-18 soa dalam Kesultanan Ternate. Orkes pengiringnya sangat sederhana, yaitu tifa, gong dan sebuah triangle (instrumen pukul ini bukan instrumen Ternate asli, melainkan instrumen musik Barat yang dibawa oleh orang-orang Portugis ke Ternate disebut ningning). Para penari membawa sebuah perisai di tangan kiri, sedang tangan kanan memegang seruas bambu yang diberi biji-biji jagung, sehingga bila digoyang-goyangkan akan berbunyi ritmis. Di ujung ruas bambu diberi hiasan daun-daun woka (sejenis daun palem) yang sudah dikeringkan yang telah diberi warna-warna merah, kuning, dan hijau. 

Dadansa adalah sendratari dalam dua belas adegan yang ditarikan oleh 11 orang penari pria. Dadansa hanya dipertunjukkan setahun sekali di dalam istana dalam rangka memperingati hari jadi Kesultanan Ternate atau dalam kesempatan-kesempatan tertentu lainnya. Dadansa hanya boleh ditarikan oleh para penari dari Soa Ngare. Dalam tarian ini diperlihatkan peran seorang Kapita yang memakai baju zirah dan topi serta memegang pedang buatan bangsa Portugis di tangan kanan, sedangkan di tangan kiri salawaku, perisai khas Maluku Utara. 

E. Dampak Penjajahan Portugis di Bidang Kuliner 

Ada beberapa kebiasaan yang berkaitan dengan budaya kuliner (tata olah saji makanan) menjadi salah satu unsur menarik dalam pengaruh budaya Portugis secara tidak sadar sudah menjadi tradisi yang berkembang dan diakui sebagai budaya asli. Kita sadar bahwa bangsa yang datang di bumi Nusantara membawa serta budayanya dan segi kuliner mendapat tempat yang spesial. Mereka datang tidak dengan tangan hampa, tetapi selalu membawa tanaman ataupun tumbuhan serta bahan yang berhubungan dengan tata olah atau tata saji makanan. 

Hal ini wajar mengingat selera dan budaya makan orang Eropa dan orang kita amat berbeda karena pengaruh musim. Makanan yang mereka bawa ke Nusantara kemudian dikompilasikan dengan makanan yang ada disini, maka terciptalah resep baru yang dapat dinikmati baik oleh mereka maupun oleh kita. Bahan-bahan yang tidak ada disini diganti dengan bahan lainnya yang hampir sama. Nama jenis makanan yang dipakai tetap dengan bahasa Portugis. Ada beberapa contoh makanan misalnya: 

1. Bubengka 
Bubengka adalah jenis kue yang diperkenalkan Portugis di Ternate. Kue bubengka yang nama aslinya adalah bibinca adalah jenis kue yang dibuat dari tepung beras maupun terigu yang dicampur dengan mentega dan telur. Selain bahan dasar utamanya tepungterigu atau tepung beras, bubengka sering diganti dengan bahan dasar singkong, ubi jalar, atau pisang, dan untuk mentega bisa diganti dengan santan kelapa. Ketiga bahan ini dicampur menjadi satu adonan kental dan ditaruh di loyang. Cara memasaknya yaitu dengan dipanggang di oven atau di forno. Rasa dari kue bubengka ini adalah manis, legit, dan gurih karena ada gula, santan dan selalu ada taburan kenari di atasnya. Kue bubengka menjadi salah satu kue wajib ada di setiap hajatan orang Ternate. 

2. Asam Pidis 
Masakan berkuah yang disebut Asam Pidis merupakan makanan wajib di acara kelahiran, perkawinan, khitanan, sampai memperingati kematian. Tidaklah lengkap rasanya sebuah acara perjamuan makan tanpa asam pidis. Ternyata masakan ini berasal dari bangsa Portugis. Oleh karena secara geografis sama dengan Maluku Utara yang dikelilingi laut, maka selain daging hewan, ikan merupakan makanan pokok mereka juga, dan untuk pengolahan bahan makanan maupun masakan, orang Portugis banyak memperkenalkan kepada masyarakat, termasuk cara mengawetkan ikan dengan cara digarami yang kita sebut dengan ikan asin. Di Portugis banyak sekali ditemukan ikan asin dari berbagai jenis ikan asin di pasar tradisional, swalayan ataupun kios pinggir jalan sama dengan yang ada di Maluku Utara. 

Berbicara tentang ikan yang menjadi bahan dasar dari masakan asam pidis, ada kepercayaan berhubungan dengan laut, yang menjadi kesamaan antara orang Portugis dengan masyarakat nelayan Maluku Utara. Ada salah satu contoh menarik, dikatakan jika nelayan Ternate dilanda badai atau hujan deras yang mendadak, mereka mengikat ramuan tumbuhan tertentu pada sebuah tongkat dan mencelupkan ke dalam laut kemudian digoyang-goyangkan tongkat itu.menurut kepercayaan mereka badai akan segera pergi. Sering juga barang-barang yang dibawa dimasukkan kedalam laut untuk meredakan. Nelayan di Portugal juga berusaha menghalau angin ribut dengan membunyikan lonceng gereja. 

3. Panada 
Panada merupakan kue khas yang menjadi kebanggaan masyarakat Maluku Utara. Kulit kue panada terbuat dari campuran terigu dan mentega, sedangkan isinya terdiri dari ikan cakalang yang dihaluskan serta laksa, kemudian dicampur dengan bumbu-bumbu penyedap lainnya. Isi panada ini disebut pampis. Selain ikan isinya bisa juga pakai daging sapi atau ayam. Kie ini dibentuk sedemikian rupa menyerupai bentuk daun dengan renda-renda dipinggirnya. Cara memasaknya adalah dengan menggorengnya di minyak kelapa. 

4. Achar 
Achar atau acar merupakan salah satu peninggalan kuliner Portugis. Acar salah satu cara mengawetkan makanan agar tahan lama, cara membuat acar adalah dengan diasamkan memakai cuka. Banyak buah dan sayuran yang bisa diacarkan antara lain acar dari buah ketimun, acar bawang merah dan acar cabe rawit (rica gufu). Ketiganya bisa dicampur menjadi satu baru kemudian direndam dalam larutan cuka atau bisa juga dipisahkan sendiri-sendiri. Untuk acar bawang merah dan acar cabe rawit harus dalam keadaan utuh sewaktu merendamnya di dalam toples atau botol yang ditutup rapat. Makanan ini tahan berbulan-bulan asal tahu cara mengolah dan menyimpannya. 
Demikian pembahasan tentang Dampak dan Pengaruh Penjajahan Portugis di Indonesia hingga Masa Sekarang. Terima kasih telah berkunjung dan jangan lupa membaca artikel lainnya di samsulngarifin.com.

Posting Komentar untuk "Dampak dan Pengaruh Penjajahan Portugis di Indonesia hingga Masa Sekarang"