Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Taman Siswa: Wadah Perjuangan Ki Hajar Dewantara di Bidang Pendidikan

SAMSULNGARIFIN.COM - Ketika pemerintah Kolonial Hindia Belanda melakukan Politik Etis, golongan pribumi mulai mendapatkan pendidikan. Pemerintah Hindia Belanda mulai membangun sekolah-sekolah seperti MULO hingga STOVIA. Meskipun akses pendidikan masih terbatas bagi golongan pribumi, yang mana hanya anak pejabat yang bisa duduk di bangku sekolahan. Pada awal abad ke-20, Ki Hajar Dewantara lantas mendirikan Taman Siswa untuk meningkatkan pendidikan bagi golongan pribumi.

Latar Belakang Berdirinya Taman Siswa

Awal abad 20 menjadi awal masa pergerakan di Indonesia, dimana muncul organisasi-organisasi baik dalam bidang politik, sosial, ekonomi dan lain sebagainya. Suwardi Suryaningrat merupakan keturunan dari keluarga Pakualaman Yogyakarta. Suwardi Suryaningrat adalah anggota tiga serangkai bersama Douwes Dekker dan Cipto Mangunkusumo yang mendirikan organisasi Indische Partij, yang merupakan organisasi politik radikal. 

Karena sepak terjang organisasi ini yang mengusik pemerintahan Belanda di Indonesia, maka ketiganya ditangkap dan dibuang ke Belanda pada tahun 1913. Selama di Belanda Suwardi Suryaningrat mempelajari berbagai persoalan mengenai pendidikan dan mencurahkan perhatiannya pada gerakan-gerakan pendidikan baru, yang nantinya akan diimplementasikan ketika kembali ke Indonesia. 

Pada tahun 1919, Suwardi Suryaningrat kembali ke Indonesia kemudian terjun dalam bidang pendidikan. Sekembalinya di Indonesia Suwardi Suryaningrat fokus untuk mengupayakan pendidikan pribumi, yang mana perlu diciptakan suatu sistem pendidikan benar-benar bersifat pribumi (non-pemerintah dan non-islam). “Ki Hajar Dewantara” yang memiliki arti “guru segala dewa”. Tanggal 3 Juli 1922 Ki Hajar Dewantara mendirikan Taman Siswa di Yogyakarta yang diberi nama National Onderwijs Institut Taman Siswa, yang merupakan salah satu organisasi pergerakan dengan fokus kegiatan dalam pendidikan. Taman Siswa meyakini bahwa pendidikan menjadi sarana efektif untuk mewujudkan transformasi sosial dan dapat menjadi gagasan terbaik untuk memajukan bangsa. Taman berarti tempat bermain atau tempat bermain, dan Siswa berarti murid, taman siswa menjadi sebuah sekolah dengan dasar budaya lokal masyarakat Jawa. 

Latar belakang Ki Hajar Dewantara mendirikan sekolah Taman Siswa, karena keprihatinan Ki Hajar melihat kondisi rakyat Indonesia yang menjadi kaum tersisihkan pada masa kolonialisme Belanda. Ketika Indonesia berada di bawah kekuasaan Belanda, bangsa Indonesia kehilangan haknya untuk mendapat kebebasan dalam pendidikan. Hanya orang-orang keturunan Belanda dan golongan priyayi saja yang boleh mendapatkan pendidikan, hal ini dikarenakan biaya pendidikan yang tinggi dan politik kolonial Belanda yang melarang bagi rakyat Indonesia secara keseluruhan untuk mendapatkan pendidikan. Pemerintah Belanda sengaja membatasi jumlah masyarakat pribumi yang boleh mendapatkan pendidikan, hal ini dikarenakan adanya kekhawatiran pihak Belanda jika banyak masyarakat Indonesia yang melek pendidikan suatu saat akan melengserkan posisi Belanda di Indonesia. 

Ki Hajar Dewantara mendirikan sekolah Taman Siswa pertama kali di Yogyakarta, yang memadukan pendidikan gaya Eropa yang modern dengan seni-seni Jawa tradisional. Pada 1924, sekolah Taman Siswa menerima murid sampai tingkat MULO dan sekolah guru. Taman Siswa tidak menerapkan kurikulum pemerintah Belanda, sehingga tidak mendapat bantuan dari pemerintah, tindakan ini dilakukan supaya Taman Siswa memiliki kebebasan dalam menjalankan sistem pendidikannya sendiri. Pada September 1932 pemerintah Belanda mengumumkan peraturan “sekolah-sekolah liar” (wilde shcolen ordonnantie), yang mengharuskan adanya iin dari pihak penguasa sebelum sebuah sekolah swasta yang tidak mendapat subsidi pemerintah dapat berdiri. Yang dimaksud sekolah yang mendapatkan subsidi pemerintah adalah sekolah yang berada dalam pengawasan pemerintah dan mendapat bantuan dari pemerintah. 

Sistem Pendidikan dalam Sekolah Taman Siswa 

Sejak awal berdirinya Taman Siswa memperjuangkan kurikulum kebangsaan, maksudnya adalah bahan pelajaran kebangsaan yang dapat menanamkan kesadaran kemerdekaan diri dan bangsa serta kesadaran atas kebudayaan bangsa sendiri. Perencanaan pendidikan di Taman Siswa terkait mengenai pelajaran formal tidak terlalu berbeda dengan sekolah formal yang didirikan oleh pemerintah Belanda, hanya kemudian Ki Hajar menambahkan rasa kebangsaan dan kebudayaan sendiri didalamnya. Sekolah Taman Siswa memandang pendidikan bukanlah tujuan tetapi media untuk mencapai manusia Indonesia yang merdeka lahir dan batinnya. Merdeka secara lahiriah berarti tidak dijajah secara fisik, ekonomi politik, dan lain sebagainya, sedangkan merdeka secara batiniah berarti sebagai manusia harus mampu mengendalikan keadaan. 

Sekolah Taman Siswa dijadikan sarana untuk menyampaikan ideologi nasionalisme kebudayaan, perkembangan politik, dan juga digunakan untuk mendidik calon-calon pemimpin bangsa yang akan datang. Dalam hal ini, sekolah merupakan wahana untuk meningkatkan derajat bangsa melalui pengajaran itu sendiri. Selain pengajaran bahasa (baik bahasa asing maupun bahasa Indonesia), pendidikan Taman Siswa juga memberikan pelajaran sejarah, seni, sastra (terutama sastra Jawa dan wayang), agama, pendidikan jasmani, dan keterampilan (pekerjaan tangan) merupakan kegiatan utama perguruan Taman Siswa. 

Taman Siswa menerapkan 3 konsep pengajaran dalam kegiatan pendidikan (yang disebut juga Trilogi Kepemimpinan), sebagai berikut:
  • Ing ngarsa sung tuladha, artinya para guru yang memiliki tanggung jawab memberikan pendidikan, harus dapat memberi contoh dengan sikap dan perilaku yang baik sehingga dapat menjadi teladan bagi siswanya. 
  • Ing madya mangun karsa, artinya guru harus dapat memberi motivasi yang baik bagi siswanya, memberikan bimbingan yang terus menerus agar siswa dapat berkembang sesuai dengan dan minatnya. 
  • Tut Wuri Handayani, artinya guru wajib membimbing siswa untuk dapat menggali sendiri pengetahuannya, menemukan makna dari pengetahuan yang diperolehnya, sehingga pengeahuan itu dapat berguna bagi kehidupan.; 
Pendidikan Taman Siswa dilakukan dengan sistem "among" dengan pola belajar "asah, asih dan asuh". Dalam hal ini diwajibkan bagi para guru untuk bersikap dan berlaku "sebagai pemimpin" yakni di depan memberi contoh, di tengah dapat memberikan motivasi, dan di belakang dapat memberikan pengawasan yang berpengaruh. Prinsip pengajaran inilah yang kemudian dikenal dengan pola kepemimpinan "Ing ngarsa sung tulodho, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani ". Pola kepemimpinan ini sampai sekarang masih menjadi ciri kepemimpinan nasional. 

Sistem Among adalah cara pendidikan yang dipakai dalam sistem pendidikan Taman Siswa, dengan maksud mewajibkan pada guru supaya ingat dan mengingatkan, serta mementingkan anak-anak sesuai dengan kodratnya, dengan tidak melupakan segala keadaan yang mengelilinginya. Oleh karena itu alat ”perintah, paksaan dengan hukuman” yang biasa dipakai dalam pendidikan zaman dahulu, harus diganti dengan aturan: memberi tuntunan dan menyokong pada anak-anak di dalam mereka bertumbuh dan berkembang karena kodratnya sendiri, melenyapkan segala yang merintangi pertumbuhan dan perkembangan sendiri itu serta mendekatkan anak-anak kepada alam dan masyarakatnya. 

Perintah dan paksaan hanya boleh dilakukan jika anak-anak tidak dapat dengan kekuatannya sendiri menghindarkan marabahaya yang akan menimpanya, sedangkan hukuman tak boleh lain dari pada sifatnya kejadian yang sebetulnya harus dialami, sebagai buah atau akibat kesalahannya; hukuman yang demikian itu lalu semata-mata menjadi penebus kesalahan, bukan siksa dari orang lain (Tauchid, 1972:99-101 dalam 50 Tahun Taman siswa). 

Sistem Among berasal dari bahasa Jawa yaitu mong atau momong, yang artinya mengasuh anak. Para guru atau dosen disebut pamong yang bertugas untuk mendidik dan mengajar anak sepanjang waktu dengan kasih sayang. Tujuan dari Sistem Among adalah membangun anak didik untuk menjadi manusia beriman dan bertaqwa, merdeka lahir dan batin, budi pekerti luhur, cerdas dan berketrampilan, serta sehat jasmani dan rokhani agar menjadi anggota masyarakat yang mandiri dan bertanggung jawab atas kesejahteraan tanah air serta manusia pada umumnya. Dalam pelaksanaan Sistem Among, setelah anak didik menguasai ilmu, mereka didorong untuk mampu memanfaatkannya dalam masyarakat, didorong oleh cipta, rasa, dan karsa. 

Ciri pendidikan Taman Siswa adalah Panca Dharma yang terdiri dari 5 azas sebagai berikut. 
  1. Kodrat alam mengandung arti bahwa pada hakekatnya manusia itu sebagai makhluk adalah satu dengan kodrat alam semesta ini, karena manusia tidak dapat terlepas dari kehendak hukum-hukum kodrat alam. Sebaliknya, manusia akan mengalami kebahagiaan jika ia dapat mesra menyatukan diri dengan kodrat alam yang mengandung segala hukum kemajuan. 
  2. Kemerdekaan mengandung arti bahwa kemerdekaan adalah karunia kodrat alam kepada semua makhluk manusia yang memberikan kepadanya “hak swa wasesa” dengan selalu mengingat syarat-syarat tertib damainya hidup bersama. 
  3. Kebudayaan mengandung arti keharusan untuk memelihara nilai-nilai dan bentuk-bentuk kebudayaan nasional. Dalam memelihara kebudyaan nasional itu ke arah kemajuan yang sesuai dengan kecerdasan jaman, kemajuan dunia guna epentingan hidup rakyat lahir dan batin dalam tiap-tiap jaman dan keadaannya. 
  4. Kebangsaan mengandung arti adanya rasa satu dengan bangsa sendiri dalam suka dan duka dan dalam kehendak untuk mencapai kebahagiaan hidup lahir dan batin seluruh bangsa. Azas Kebangsaan tidak boleh bertentangan dengan Azas Kemanusiaan, malahan harus menjadi sifat, bentuk, dan laku kemanusiaan yang nata dan karena itu tidak mengandung arti permusuhan terhadap bangsa-bangsa lain. 
  5. Kemanusiaan mengandung arti wujud kemanusiaan itu adalah dharma tiap-tiap manusia yang timbul dari akal dan budinya. Keluhuran akal dan budi itu menimblkan rasa dan laku cinta kasih terhadap sesama manusia dan terhadap makhluk kodrat alam seluruhnya yang bersifat keyakinan akan adanya hukum kemajuan yang meliputi alam semesta. karena itu, rasa dan laku cinta kasih itu harus tampak pula sebagai kesimpulan untuk berjuang melawan segala sesuatu yang merintani kemajuan yang selaras dengan kehendak alam. 
Memang untuk pembelajaran formal Taman siswa tidak terlalu berbeda dengan sekolah pemerintah, namun Taman Siswa memberikan pelajaran-pelajaran lain yang tidak diajarkan di sekolah pemerintah, hal ini berguna untuk meningkatkan rasa kebangsaan dan juga penanaman kebudayaan kepada anak didik. Hal ini menjadikan Taman Siswa unik dan berbeda, keunikan ini ditambah dengan suatu konsep yang diterapkan dalam pendidikan di taman siswa yaitu konsep paguron. 

Konsep paguron yang diterapkan di Taman Siswa memberikan warna berbeda bagi dunia pendidikan Taman Siswa. Pendidikan yang diberikan tidak hanya berjalan di kelas semata, namun juga terjadi diluar kelas didalam kehidupan sehari-hari anak didik. Sebagai pendukung dari pola pendidikan menyeluruh ini Taman Siswa menyediakan pondok asrama atau dikenal dengan wisma. Ki Hajar Dewantara hendak membentuk suatu lingkungan pendidikan yang berlandaskan kekeluargaan. Keseluruhan kegiatan pendidikan baik didalam kelas maupun di luar kelas disebut dengan jam pendidikan. 

“Jam pendidikan” Taman Siswa bukan seperti “jam kantor” atau “jam bicara” pengacara. Perguruan tidak mengenal “schooltijd”, waktu sekolah, atau “schooluren” jam sekolah. Jam paguron Taman Siswa adalah jam kehidupan keluarga sepanjang hari, dikenal dengan tugas kita di Taman Siswa 24 jam sehari. 3 Seperti anggota keluarga, pamongnya ialah orang tua dan anak didik sebagai anaknya. Sebagai orang tua dan anak mereka harus sering bersama dan orang tua memberikan pendidikan dan juga pengawasan kepada sang anak selama 24 jam penuh. Pola pendidikan keluarga memberikan rasa aman dan nyaman kepada anak didik, mereka tidak akan merasa asing dengan lingkungan pendidikan yang seperti ini, karena seperti keluarga sendiri. 

Pada masa pemerintahan kolonial Belanda hanya perguruan Tamansiswa yang mengatur para siswanya, agar menggunakan sebutan “Bapak” atau “Ibu” kepada para pamongnya. Hal ini membuktikan bahwa sistem keluarga dijalankan dengan baik, panggilan seperti ini akan meningkatkan ikatan emosional anak didik dengan lingkungan perguruan Taman Siswa, dengan begitu mereka merasakan perguruan sebagai rumah kedua mereka. 

Pengaruh Pemikiran Ki Hajar Dewantara dalam Taman Siswa terhadap pendidikan di Indonesia 

Pandangan Ki Hajar Dewantara Terhadap Pendidikan. Menurut Ki Hajar, pendidikan adalah upaya untuk memerdekakan manusia dalam arti bahwa menjadi manusia yang mandiri agar tidka tergantung kepada orang lain baik lahir maupun batin. 

Ada beberapa falsafah yang dikemukakan oleh Ki Hajar Dewantara tentang pendidikan, yaitu : 
  1. Segala alat, usaha dan juga cara pendidikan harus sesuai dengan kodratnya. 
  2. Kodratnya itu tersimpan dalam adat istiadat setiap masyarakat dengan berbagai kekhasan, yang kesemuanya itu bertujuan untuk mencapai hidup tertib dan damai. 
  3. Adat istiadat sifatnya selalu berubah (dinamis). 
  4. Untuk mengetahui karateristik masyarakat saat ini diperlukan kajian mendalam tentang kehidupan masyarakat tersebut di masa lampau, sehingga dapat diprediksi kehidupan yang akan dating pada masyarakat tersebut. 
  5. Perkembangan budaya masyarakat akan dipengaruhi oleh unsur-unsur lain, hal ini terjadi karena pergaulan antar bangsa. 
Pada jaman kemajuan teknologi sekarang ini, sebagian besar manusia dipengaruhi perilakunya oleh pesatnya perkembangan dan kecanggihan teknologi (teknologi informasi). Oleh karena itu, pendidikan dan pembelajaran hendaknya diperbaiki sehingga memberi keseimbangan pada aspek individualitas ke aspek sosialitas atau kehidupan kebersamaan sebagai masyarakat manusia. Pendidikan dan pembelajaran hendaknya juga dikembalikan kepada aspek-aspek kemanusiaan yang perlu ditumbuhkembangkan pada diri peserta didik. 

Manusia merdeka adalah tujuan pendidikan Taman Siswa. Merdeka baik secara fisik, mental dan kerohanian. Namun kemerdekaan pribadi ini dibatasi oleh tertib damainya kehidupan bersama dan ini mendukung sikap-sikap seperti keselarasan, kekeluargaan, musyawarah, toleransi, kebersamaan, demokrasi, tanggungjawab dan disiplin. Sedangkan maksud pendirian Taman Siswa adalah membangun budayanya sendiri, jalan hidup sendiri dengan mengembangkan rasa merdeka dalam hati setiap orang melalui media pendidikan yang berlandaskan pada aspek-aspek nasional. 

Maka hak setiap individu hendaknya dihormati; pendidikan hendaknya membantu peserta didik untuk menjadi merdeka dan independen secara fisik, mental dan spiritual; pendidikan hendaknya tidak hanya mengembangkan aspek intelektual sebab akan memisahkan dari orang kebanyakan; pendidikan hendaknya memperkaya setiap individu tetapi perbedaan antara masing-masing pribadi harus tetap dipertimbangkan; pendidikan hendaknya memperkuat rasa percaya diri, mengembangkan hara diri; setiap orang harus hidup sederhana dan guru hendaknya rela mengorbankan kepentingan-kepentingan pribadinya demi kebahagiaan para peserta didiknya. 

Peserta didik yang dihasilkan adalah peserta didik yang berkepribadian merdeka, sehat fisik, sehat mental, cerdas, menjadi anggota masyarakat yang berguna, dan bertanggungjawab atas kebahagiaan dirinya dan kesejahteraan orang lain. Metode yang yang sesuai dengan sistem pendidikan ini adalah sistem among yaitu metode pengajaran dan pendidikan yang berdasarkan pada asih, asah dan asuh. Yang dimaksud dengan manusia merdeka adalah seseorang yang mampu berkembang secara utuh dan selaras dari segala aspek kemanusiaannya dan yang mampu menghargai dan menghormati kemanusiaan setiap orang. 

Pendidikan Taman Siswa bertujuan membangun anak didik menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, merdeka lahir batin, luhur akal serta sehat jasmani dan rohaninya untuk menjadi anggota masyarakat yang mandiri dan bertanggung jawab atas kesejahteraan bangsa, tanah air, serta manusia pada umumnya. Meskipun dengan susunan kalimat yang berbeda namun tujuan pendidikan Taman Siswa ini sejalan dengan tujuan pendidikan nasional. Jika di Barat ada “Teori Domein” yang diciptakan oleh Benjamin S. Bloom yang terdiri dari kognitif, afektif dan psikomotorik maka di Taman Siswa ada konsep “Tringa” yang adalah sebagai berikut ngerti (mengetahui), ngrasa (memahami) dan (melakukan). 

Maknanya ialah, tujuan belajar itu pada dasarnya ialah meningkatkan pengetahuan anak tentang apa yang dipelajarinya, mengasah rasa untuk meningkatkan pemahaman tentang apa yang diketahuinya, serta meningkatkan kemampuan untuk melaksanakan apa yang dipelajarinya. Sampai saat ini sekolah Taman Siswa masih eksis dibeberapa kota di Indonesia, bahkan di Yogyakarta didirikan Universitas Sarjanawiyata Taman Siswa. Tidak bisa dipungkiri bahwa peran Ki Hajar Dewantara dalam membangun sekolah Taman Siswa memiliki pengaruh terhadap pendidikan di Indonesia. Akan tetapi perkembangan Taman Siswa mengalami penurunan, gagasan konsep-konsep pendidikan yang dibuat Ki Hajar Dewantara seperti hanya tinggal kenangan karena konsep-konsep tersebut hanya diketahui saja dan untuk implementasinya masih sangat jauh dari harapan.
Demikian pembahasan tentang Taman Siswa: Wadah Perjuangan Ki Hajar Dewantara di Bidang Pendidikan. Terima kasih telah berkunjung dan jangan lupa membaca artikel lainnya di samsulngarifin.com.

Posting Komentar untuk "Taman Siswa: Wadah Perjuangan Ki Hajar Dewantara di Bidang Pendidikan"