Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Pengakuan India terhadap Kemerdekaan Indonesia, Diplomasi Beras Ala Sutan Sjahrir

SAMSULNGARIFIN.COM - Pada postingan kali ini kita akan mempelajari materi Sejarah Peminatan Kelas XII tentang "Pengakuan India terhadap Kemerdekaan Indonesia, Diplomasi Beras Ala Sutan Sjahrir". Pada awal berdirinya Republik Indonesia, bangsa Indonesia gencar mencari dukungan dari negara lain, termasuk ke India. Meskipun saat itu India belum menjadi negara merdeka, karena masih di bawah kekuasaan Inggris. Adapun India menjadi negara berdaulat pada 15 Agustus 1947. Salah satu upaya Indonesia meraih simpati dari India yakni dengan memberikan bantuan beras, karena pada saat itu India sedang dilanda bencana kelaparan.

A. Latar Belakang

Belanda yang berhasrat menguasai kembali tanah jajahannya dengan membonceng tugas pasukan Sekutu ke Indonesia, tidak mau mengakui kemerdekaan Indonesia yang telah diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945 dan menuduh Pemerintahan Indonesia yang dipimpin Soekarno Hatta sebagai golongan kolaborator Jepang. Akibat tekanan-tekanan yang semakin keras dari internal maupun eksternal tersebut, maka diputuskan untuk mengganti sistem pemerintahan Indonesia dari Pemerintahan Presidensial menjadi Pemerintahan Parlementer. 

Sutan Sjahrir, seorang pemimpin gerakan bawah tanah pada masa pendudukan Jepang yang menjadi ketua Badan Pekerja KNIP (BP-KNIP), kemudian ditunjuk sebagai formatur kabinet baru dengan tugas membentuk kabinet yang dapat diterima secara Internasional. Setelah Sjahrir selesai mengumpulkan nama-nama menteri yang akan duduk dalam anggota kabinetnya, maka pada tanggal 14 November 1945 Sutan Sjahrir secara resmi diangkat menjadi Perdana Menteri Indonesia yang pertama (Hatta, 2011).

B. Relasi Mutualisme India-Indonesia

Pada masa awal pemerintahannya, Sutan Sjahrir dihadapkan pada aksi blokade ekonomi yang dilakukan Belanda untuk menghancurkan Republik melalui tekanan ekonomi. Blokade dilakukan Belanda pada bulan November 1945 dengan menutup pintu perdagangan luar negeri RI di sekitar wilayah perairan Jawa dan Sumatera. Aksi blokade ekonomi yang dilakukan Belanda tersebut menyebabkan perekonomian RI yang sudah hancur pasca pendudukan Jepang di Indonesia menjadi semakin terpuruk.

Ketika terdengar berita tentang bencana kelaparan yang terjadi di India, hal ini kemudian dimanfaatkan secara cerdas oleh PM Sjahrir dengan menawarkan bantuan beras sejumlah 500.000 ton kepada rakyat India. Tawaran bantuan beras tersebut digunakan Sjahrir untuk mematahkan aksi blokade ekonomi Belanda dan sekaligus mencari pengakuan kedaulatan Internasional terhadap kemerdekaan Indonesia. Tawaran beras Sjahrir kepada rakyat India disambut dengan baik oleh pemimpin India, Jawaharlal Nehru, justru dimana pada saat itu rakyat Indonesia sendiri sedang mengalami kekurangan bahan makanan. 

Pada tanggal 12 April 1946, PM Sjahrir secara resmi mengumumkan tawaran bantuan beras sebanyak 500.000 ton kepada Pemerintah India dengan pembayaran dalam bentuk natura (barter). Beras sebesar itu nantinya akan ditukarkan dengan barang kebutuhan, terutama dengan kain India yang pada saat itu sangat langka di Jawa (Crib, 1990). Rencana Pemerintah Indonesia untuk memberikan bantuan beras kepada rakyat India yang menderita bencana kelaparan, pertama kali disampaikan oleh Perdana Menteri Sjahrir kepada P.R Subra Mani koresponden surat kabar Free Press Journal of Bombay yang terbit di India pada tanggal 8 April 1946 dengan headline “Sikap Kehendak Baik Indonesia kepada India, PM Sjahrir menawarkan 500.00 ton beras (P.R.S. Mani, 1989).

Beras sebesar itu rencananya akan dipasok dari gudang penyimpanan beras terutama dari daerah Besuki, Cirebon, dan Karawang. Pada zaman pendudukan Jepang, daerah-daerah tersebut merupakan daerah yang selalu mengalamai surplus beras dan menjadi daerah penyangga bagi daerah yang mengalami defisit beras.

Rencana bantuan beras Sjahrir ke India, sangat menggemparkan para pejabat tinggi Belanda. Hal ini dikarenakan tawaran beras kepada India dipandang Belanda berkaitan dengan upaya Republik untuk mengurangi kebutuhan beras pasukan Belanda di daerah yang didudukinya. Pada saat itu kondisi pasukan Belanda didaerah pendudukan memang sangat memprihatinkan karena kurangnya persediaan makanan akibat blokade yang dilakukan oleh pihak pejuang Republik. Belanda memprotes tindakan tersebut yang dianggap telah mencampuri urusan dalam negeri Belanda.

Guna menjembatani permasalahan tersebut, Inggris melalui Lord Killern, menawarkan solusi jalan tengah dengan membujuk PM Sjahrir agar mau mengirimkan sebagian beras Republik ke daerah-daerah yang menjadi wilayah pendudukan Sekutu (Roem, 1983). Akan tetapi, rencana tersebut akhirnya kandas karena mendapat tantangan keras dari pihak tentara dan laskar pejuang.

Perundingan pertama antara Pemerintah Indonesia dengan wakil pemerintah India, KL Punjabi, dimulai pada tanggal 18 Mei 1946. Setelah melalui beberapa kali perundingan, akhirnya kedua belah pihak sepakat untuk menandatangani dan bertukar nota perjanjian yang menandakan perundingan pengiriman beras telah berhasil. Penyerahan padi pertama dilakukan pada tanggal 20 Agustus 1946 di Probolinggo.

Kondisi kelaparan di India yang semakin parah akibat bencana kelaparan dan juga semakin memanasnya pertentangan politik dalam negeri India menjelang pengakuan kemerdekaan, pada tanggal 2 Oktober 1946, Punjabi, Setya Usaha Departemen Urusan Penyantunan dan Persediaan Makanan Sekutu telah berangkat dengan pesawat ke Jakarta untuk mengurus percepatan pengangkutan beras. Akan tetapi, dalam bulan-bulan terakhir tahun 1946 pengiriman beras ke India dihentikan akibat memanasnya situasi politik di India maupun Indonesia.

C. Diplomasi Beras berbalas Dukungan Melalui Konferensi New Delhi

Hubungan antara pemimpin politik India dan Indonesia bermula pada tahun 1927, ketika diadakan sebuah Konferensi Liga Anti Imperialisme dan Ko lonialisme (League Against Imperialism and Colonial Oppresion) di Brussel, Belgia. Indonesia diwakili oleh Moh Hatta, sedangkan Jawaharlal Nehru hadir sebagai perwakilan India dalam kongres tersebut.

Hubungan tersebut semakin erat tatkala Pemerintah Indonesia melalui PM Sjahrir menawarkan bantuan beras sejumlah 500.000 ton kepada rakyat India yang sedang mengalami bencana kelaparan. Pengiriman beras ke India menunjukkan bukti kekuasaan de facto Republik terhadap wilayah- wilayah yang dikuasai oleh Pemerintah. 

Bung Hatta, pada sebuah pidato radio tanggal 23 Juni 1946, mengatakan bahwa dalam tawaran beras PM Sjahrir terdapat tiga aspek penting, yakni; tanda rasa kemanusiaan, persaudaraan, dan aspek politik. Dalam pidato perayaan satu tahun kemerdekaan Indonesia, Presiden Soekarno menyatakan bahwa perjanjian pengiriman beras ke India merupakan suatu usaha politik diplomasi luar negeri yang sangat menggembirakan dan luar biasa.

Akibat dari tawaran beras tersebut, Menteri Luar Negeri dalam Pemerintahan sementara India, Jawaharlal Nehru, pada tanggal 2 September 1946, menyetujui untuk memberikan pengakuan de facto kepada Indonesia. Nehru mengatakan bahwa dengan diakuinya Republik, maka diharapkan akan menambah adanya perdamaian dunia, mencegah agresi, dan menolong tercapainya kemerdekaan. Dengan adanya pengakuan kedaulatan, Indonesia mendapat suatu pengakuan sebagai pelaku yang mandiri dalam pergaulan antar bangsa.

Selain itu pada tanggal 23 Maret- 2 April 1947, Nehru mengadakan Konferensi Inter Asia di New Delhi, India. Kongres tersebut bertujuan untuk mempererat hubungan antar bangsa-bangsa di Asia. PM Sjahrir diundang sebagai delegasi Indonesia dalam kongres tersebut. Ketika Sjahrir memasuki ruang konferensi, Sarojini Naidu, memperkenalkan Sjahrir sebagai “The Atomic Prime Minister”.

Keberangkatan Sjahrir ke New Delhi sangat mencemaskan pihak Pemerintah Belanda. Belanda menganggap keberangkatan Sjahrir ke India sebagai bentuk lain dari “bisnis beras”, sehingga Belanda mencoba mencegah keberangkatan Sjahrir ke India. Ketika Sjahrir menawarkan bantuan beras kepada rakyat India, Pemerintah Belanda menuduh bantuan beras tersebut berkaitan dengan upaya pihak Republik untuk mengurangi kebutuhan beras Belanda di daerah yang didudukinya di Jawa, Sumatera, Kalimantan, dan Indonesia Timur. Pemerintah Belanda sangat menentang pengiriman beras dengan mengajukan soal kesukaran di kota-kota pendudukan yang hampir kelaparan sebagai akibat blokade yang dilakukan oleh tentara dan laksar Republik.

Pasca-Agresi Militer Belanda II, Belanda menuai kecaman keras dari negara-negara di Asia-Afrika. Reaksi keras itu diwujudkan dalam penyelenggaraan Konferensi Asia di New Delhi atas prakarsa Perdana Menteri India (Nehru) dan Perdana Menteri Birma (U Aung San). Konferensi dilaksanakan dari tanggal 20 s.d. 25 Januari 1949. Hasil konferensi yang menyangkut permasalahan Indonesia antara lain: 
  1. Pembebasan tawanan politik; pengembalian daerah yang diduduki Belanda;
  2. Penghapusan blokade ekonomi;
  3. Menuntut penyerahan kedaulatan kepada pemerintah Indonesia.
Demikian pembahasan tentang "Pengakuan India terhadap Kemerdekaan Indonesia,Diplomasi Beras Ala Sutan Sjahrir". Adapun hubungan antara bangsa Indonesia dan India sudah berlangsung lama, yakni sejak masuknya Hindu-Buddha ke Nusantara pada awal masehi. Semoga artikel kali ini bisa bermanfaat dan jangan lupa untuk membaca artikel lainnya di samsulngarifin.com.

Sumber:
Cribb, Robert Bridson. 1990. Gejolak Revolusi di Jakarta 1945-1949, Pergulatan Antara Otonomi dan Hegemoni. Jakarta: Grafiti.

Hassan Zein M (1970).Diplomasi Revolusi Indonesia di Luar Negeri. Jakarta: Bulan Bintang

Hatta, Moh. 2011. Untuk Negeriku: Menuju Gerbang Kemerdekaan Sebuah Otobiografi. Jakarta: Penerbit Buku Kompas.

Posting Komentar untuk "Pengakuan India terhadap Kemerdekaan Indonesia, Diplomasi Beras Ala Sutan Sjahrir"